Penerapan teori
takwil tentang Makhluk yang berpasang-pasangan dan penundukan binatang
Disusun oleh : Andini Rahma Septianing (1504026102)
Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang 2016
Pengertian
Takwil
Secara
etimologi, takwil dirujuk dari kata اول- يؤول yang berarti at-tafsir, al-marja’,
al-mashir. Demikian pendapat Abu Ubaidah Ma’mar bin Al-Matsani dan
keterangan yang dikemukakan oleh Abu Ja’far Al-Thabary (Adib Shalih, 1984 :
356). Dari sudut bahasa, takwil mengandung arti At-Tafsir (penjelasan,urian)
atau Al-Marja’, Al-Mashir (kembali, tempat kembali).
Contoh yang
ingin ditakwilkan
Dalam QS.Az-Zuhruf ayat 12 :
والذى خلق الازؤج كلهاوجعل لكم من الفلك والانعم ما تركبون
“Dan yang menciptakan semua yang
berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu
tunggangi”
Penakwilan /
penjelasan : Makhluk yang berpasang-pasangan
“Dan Dia juga yang menciptakan
makhluk semuanya berpasang-pasangan”
Tidak
ada ciptaan Allah yang tidak berpasang-pasangan. Hanya Allah sang pencipta
tanpa pasangan. Yang dimaksud dengan berpasang-pasangan bukan saja jenis
kelamin makhluk hidup, tetapi dapat mencakup benda-benda tak bernyawa. Dari
segi bahasa kata (ازواج) azwaj adalah bentuk jamak dari kata (زوج) zauj yakni pasangan.
Menurut
pakar bahasa Al-Qur’an, ar-Raghib al-Ashfahani digunakan untuk masing-masing
dari dua hal yang berdampingan atau bersamaan, baik jantan maupun betina,
binatang (termasuk binatang berakal yakni manusia) dan juga digunakan menunjuk
kedua yag berpasangan itu. Dia juga digunakan menunjuk hal yang sama selain
binatang seperti alas kaki.
Ar-Raghib
menegaskan bahwa keberpasangan tersebut bisa akibat kesamaan dan bisa juga
karena bertolak belakang. Dari segi bahasa Ayat Al-Qur’an menggunakan kata
tersebut dalam pengertian umum, bukan hanya untuk makhluk hidup. Allah
berfirman dalam QS.Adz-Dzariyat ayat 49 :
ومن كل شىء خلقنا زوجين لعلكم تذكرون
“Dan
segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
(kebesaran Allah)”
Dari sini ada malam ada siang, ada senang ada
susah, ada atas ada bawahdan demikian seterusnya. Selama dia makhluk memiliki
pasangan. Hanya Allah yang tidak ada pasangannya, tidak ada pula sama-Nya.Dari
segi ilmiyah terbukti bahwa listrik pun berpasang-pasangan, ada arus positif
dan ada juga arus negative. Demikian dengan atom, yang tadinya diduga
merupakan wujud yang terkecil dan tidak dapat
terbagi, ternyata ia pun berpasangan, yakni terdiri dari electron dan proton.
Penakwilan /
penjelasan : Penundukan binatang
“Dan Dia yang menjadikan yakni
menundukkan untuk kamu semua kapal di lautan dan semua binatang ternak yang
kamu kendarai dan nikmati di daratan”
Allah
melakukan itu supaya kamu selalu dapat mengendarai dan duduk diatas
punggung-punggung dengan tenang dan mantap, lalu kamu mengingat dengan pikiran
sehat dan hati nurani kamu atas nikmat Allah yang menundukkan kendaraan itu dan
pemelihara kamu, apabila kamu telah mantap berada diatasnya.
Yang
dimaksud nikmat Allah apabila kamu yang menumpang telah meminta berada di
atasnya, baik kapal atau binatang itu adalah nikmat-Nya yang mengantar mereka
melalui kendaraan itu mencapai arah yang dituju, atau mengangkut barang-barang
mereka dan lain sebagainya. Penyebut nikmat itu, mengundang ucapan al-Hamdulillah
dan penggunanya sesuai petunjuk
Allah. Saat mengendarai, ayat di atas mengajarkan ucapan pensucian Allah dari
segala kekurangan yakni dengan bertasbih mengatakan “subhana alladzi
sakhkhara lana hadza” ayat ini mengajarkan penggabungan antara tasbih dan
tahmid.
Kata (سخر) sakhkhara berarti menundukkan. Penundukan
binatang terlaksana dengan penciptaannya dalam kondisi yag menjadikannya dapat
dijinakkan dan dilatih serta memahami maksud manusa ketika menggunakannya.
Sedangkan penundukkan laut, antara lain dengan
menciptakan hukum-hukum alam yag berkaitan dengan laut, dan sungai, angin serta
pengilhaman manusia untuk memilih bahan-bahan dan cara-cara pembuatan kapal.
Ide penaklukan manusia terhadap alam
tidak dikenal dengan ajaran islam. Ia hanya dikenal oleh mitos Yunani Kuno yang
beranggapan bahwa alam merupakan dewa-dewa yang sering kali menghalangi manusia
meraih manfaat, atau berusaha menimpakan bencana kepada mereka. Dan karena itu
alam adalah musuh yang harus ditaklukkan. Pandangan tersebut secara sadar atau
tidak, dianut oleh sementara pemikir di Barat, bahkan tersurat dalam Perjanjian
Lama (baca Kejadian 28).
Diriwayatkan bahwa Rasul saw.
Apabila mengendarai kendaraan (binatang) bertakbir tiga kali lalu membaca
tuntunan ayat “subhana alladzi sakhkhara lana hadza” kemudian berdoa :
اللهم انى اسئلك فى سفرى هذاالبروالتقوى, ومن العمل ماترضى,اللهم هون
عليناسفرناواطولناالبعيد,اللهم انت الصاحب فى السفروالخليفة فى الاهل,اللهم اصحبنا
فى سفرناواخلفنافى اهلنا
“Ya
Allah aku bermohon dalam perjalanan ini, kebajikan dan ketakwaan, dan amal yag
engkau ridhai. Ya Allah peringanlah bagi kami perjalanan kami, dan lipatlah
yang jauh. Ya Allah Engkaulah teman dalam perjalanan dan serta pemelihara
keluarga (yang ditinggal). Ya Allah temanilah kami dalam perjalanan ini, dan
peliharalah keluarga kami”
Sedangkan
bila beliau kembali dari perjalanan beliau membaca :
ائبون تائبون,ان شاءالله عابد ون,لربناحامد ون
“Kami
kembali, kami bertaubat, Insya Allah kami adalah pengabdi-pengabdi, serta
kepada Tuhan Pemelihara kami, kami selalu menjadi pemuji-pemuji” (HR.Muslim,
Ahmad, Abu Daud dan lain-lain melalui Ibn ‘Umar). (M. Quraish shihab, 543 – 547
Vol. 12)
Hendaknya manusia mensyukuri
nikmat Allah yang tidak dapat dihitung banyaknya. Alangkah besarnya karunia
Allah bagi manusia itu, tetapi anehnya ada juga manusia yang mengingkarinya.
Firman Allah dalam QS.Ibrahim 7 :
واذتاذن ربكم لئن شكرتم لازيدنكم ولئن كفرتم ان عذابي لشد يد
“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu
memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar