Kamis, 09 Juni 2016

penerapan teori takwil



Penerapan teori takwil tentang Makhluk yang berpasang-pasangan dan penundukan binatang
Disusun oleh               : Andini Rahma Septianing (1504026102)
Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang 2016
Pengertian Takwil
Secara etimologi, takwil dirujuk dari kata اول- يؤول yang berarti at-tafsir, al-marja’, al-mashir. Demikian pendapat Abu Ubaidah Ma’mar bin Al-Matsani dan keterangan yang dikemukakan oleh Abu Ja’far Al-Thabary (Adib Shalih, 1984 : 356). Dari sudut bahasa, takwil mengandung arti At-Tafsir (penjelasan,urian) atau Al-Marja’, Al-Mashir (kembali, tempat kembali).
Contoh yang ingin ditakwilkan
Dalam QS.Az-Zuhruf ayat 12 :
والذى خلق الازؤج كلهاوجعل لكم من الفلك والانعم ما تركبون
“Dan yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi”
Penakwilan / penjelasan : Makhluk yang berpasang-pasangan
“Dan Dia juga yang menciptakan makhluk semuanya berpasang-pasangan”
Tidak ada ciptaan Allah yang tidak berpasang-pasangan. Hanya Allah sang pencipta tanpa pasangan. Yang dimaksud dengan berpasang-pasangan bukan saja jenis kelamin makhluk hidup, tetapi dapat mencakup benda-benda tak bernyawa. Dari segi bahasa kata (ازواج) azwaj adalah bentuk jamak dari kata (زوج) zauj yakni pasangan.
Menurut pakar bahasa Al-Qur’an, ar-Raghib al-Ashfahani digunakan untuk masing-masing dari dua hal yang berdampingan atau bersamaan, baik jantan maupun betina, binatang (termasuk binatang berakal yakni manusia) dan juga digunakan menunjuk kedua yag berpasangan itu. Dia juga digunakan menunjuk hal yang sama selain binatang seperti alas kaki.
Ar-Raghib menegaskan bahwa keberpasangan tersebut bisa akibat kesamaan dan bisa juga karena bertolak belakang. Dari segi bahasa Ayat Al-Qur’an menggunakan kata tersebut dalam pengertian umum, bukan hanya untuk makhluk hidup. Allah berfirman dalam QS.Adz-Dzariyat ayat 49 :
ومن كل شىء خلقنا زوجين لعلكم تذكرون
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat (kebesaran Allah)”
          Dari sini ada malam ada siang, ada senang ada susah, ada atas ada bawahdan demikian seterusnya. Selama dia makhluk memiliki pasangan. Hanya Allah yang tidak ada pasangannya, tidak ada pula sama-Nya.Dari segi ilmiyah terbukti bahwa listrik pun berpasang-pasangan, ada arus positif dan ada juga arus negative. Demikian dengan atom, yang tadinya diduga merupakan  wujud yang terkecil dan tidak dapat terbagi, ternyata ia pun berpasangan, yakni terdiri dari electron dan proton.
Penakwilan / penjelasan : Penundukan binatang
“Dan Dia yang menjadikan yakni menundukkan untuk kamu semua kapal di lautan dan semua binatang ternak yang kamu kendarai dan nikmati di daratan”
Allah melakukan itu supaya kamu selalu dapat mengendarai dan duduk diatas punggung-punggung dengan tenang dan mantap, lalu kamu mengingat dengan pikiran sehat dan hati nurani kamu atas nikmat Allah yang menundukkan kendaraan itu dan pemelihara kamu, apabila kamu telah mantap berada diatasnya.
Yang dimaksud nikmat Allah apabila kamu yang menumpang telah meminta berada di atasnya, baik kapal atau binatang itu adalah nikmat-Nya yang mengantar mereka melalui kendaraan itu mencapai arah yang dituju, atau mengangkut barang-barang mereka dan lain sebagainya. Penyebut nikmat itu, mengundang ucapan al-Hamdulillah  dan penggunanya sesuai petunjuk Allah. Saat mengendarai, ayat di atas mengajarkan ucapan pensucian Allah dari segala kekurangan yakni dengan bertasbih mengatakan “subhana alladzi sakhkhara lana hadza” ayat ini mengajarkan penggabungan antara tasbih dan tahmid.
            Kata (سخر) sakhkhara berarti menundukkan. Penundukan binatang terlaksana dengan penciptaannya dalam kondisi yag menjadikannya dapat dijinakkan dan dilatih serta memahami maksud manusa ketika menggunakannya.
           Sedangkan  penundukkan laut, antara lain dengan menciptakan hukum-hukum alam yag berkaitan dengan laut, dan sungai, angin serta pengilhaman manusia untuk memilih bahan-bahan dan cara-cara pembuatan kapal.
          Ide penaklukan manusia terhadap alam tidak dikenal dengan ajaran islam. Ia hanya dikenal oleh mitos Yunani Kuno yang beranggapan bahwa alam merupakan dewa-dewa yang sering kali menghalangi manusia meraih manfaat, atau berusaha menimpakan bencana kepada mereka. Dan karena itu alam adalah musuh yang harus ditaklukkan. Pandangan tersebut secara sadar atau tidak, dianut oleh sementara pemikir di Barat, bahkan tersurat dalam Perjanjian Lama (baca Kejadian 28).
           Diriwayatkan bahwa Rasul saw. Apabila mengendarai kendaraan (binatang) bertakbir tiga kali lalu membaca tuntunan ayat “subhana alladzi sakhkhara lana hadza” kemudian berdoa :
اللهم انى اسئلك فى سفرى هذاالبروالتقوى, ومن العمل ماترضى,اللهم هون عليناسفرناواطولناالبعيد,اللهم انت الصاحب فى السفروالخليفة فى الاهل,اللهم اصحبنا فى سفرناواخلفنافى اهلنا
“Ya Allah aku bermohon dalam perjalanan ini, kebajikan dan ketakwaan, dan amal yag engkau ridhai. Ya Allah peringanlah bagi kami perjalanan kami, dan lipatlah yang jauh. Ya Allah Engkaulah teman dalam perjalanan dan serta pemelihara keluarga (yang ditinggal). Ya Allah temanilah kami dalam perjalanan ini, dan peliharalah keluarga kami”
Sedangkan bila beliau kembali dari perjalanan beliau membaca :
ائبون تائبون,ان شاءالله عابد ون,لربناحامد ون
“Kami kembali, kami bertaubat, Insya Allah kami adalah pengabdi-pengabdi, serta kepada Tuhan Pemelihara kami, kami selalu menjadi pemuji-pemuji” (HR.Muslim, Ahmad, Abu Daud dan lain-lain melalui Ibn ‘Umar). (M. Quraish shihab, 543 – 547 Vol. 12)
             Hendaknya manusia mensyukuri nikmat Allah yang tidak dapat dihitung banyaknya. Alangkah besarnya karunia Allah bagi manusia itu, tetapi anehnya ada juga manusia yang mengingkarinya. Firman Allah dalam QS.Ibrahim 7 :
واذتاذن ربكم لئن شكرتم لازيدنكم ولئن كفرتم ان عذابي لشد يد
“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar