RESUME SKRIPISI
Dalam rangka untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Bahasa Indonesia
Disusun oleh :
Andini Rahma Septianing
1504026102
JURUSAN TAFSIR HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
Judul skripsi:
DIFABILITAS DALAM AL-QUR’AN
Penyusun skripsi:
ROFI’ATUL KHOIRIYAH
104211073
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Di
dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran-ajaran bagi umat islam, salah satunya kandungan
ajaran al-Qur’an yang memandang manusia sama derajatnya disisi Allah kecuali hanya derajat ketaqwaannya.
Kiranya sangat indah bila ajaran tersebut mampu diaktualkan umat islam
untuk menciptakan keharmonisan hidup bermasyarakat. Begitu juga yang harus dilakukan dalam bermasyarakat dengan
orang-orang yang berkebutuhan khusus, tidak memandang mereka sebelah mata,
tidak juga mendiskriminasikan mereka.
Orang-orang
berkebutuhan khusus disebut juga dengan istilah
“difabel”. Kata difabel berasal dari kata different ability atau
orang-orang berkemampuan berbeda. Jika mengikuti pendefinisian the social work
dictionary adalah reduksi fungsi secara permanen atau temporer serta ketidak mampuan seseorang
untuk melakukan sesuatu yang mampu dilakukan orang lain sebagai akibat dari kecacatan
fisik maupun mental.
Term
yang digunakan Al-Qur’an untuk menyebut difabel adalah summun, Bukmum,
‘Umyun, dan a’roj yang berdenotasi tuli, bisu, buta, dan pincang
yang sering digunakan untuk menggambarkan perilaku negative, bisa dikatakan selaras
dengan kondisi social masyarakat pra-islam.
Sekarang
ini para penyandang difabel masih sering kali dipandang sebelah mata bagi masyarakat
luas, hal ini dikarenakan oleh beberapa
factor diantaranya disebabkan oleh keterbatasan mereka untuk melakukan suatu aktivitas
dan keterbatasan mereka terhadap kemampuan fisik mereka. Di Negara Indonesia
kelompok difabel diatur dalam UUD RI nomor 4 Tahun 1997. Berkaitan dengan difabel
Allah juga menyebutkannya dalam QS. Al-Fath
17.
Dari
pemaparan tersebut, penulis bermaksud mengkaji lebih jauh persoalan difabel dalam
skripsi yang berjudul “DIFABEL DALAM AL-QUR’AN”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
eksistensi difabel dalam al-Qur’an?
2.
Bagaimana
perhatian al-Qur’an terhadap difabel?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
a.
Secara
teoritis, karya ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang penafsiran ayat-ayat
tentang difabel dalam kepustakaan ilmu
al-Qur’an.
b.
Mengetahui
dan memahami keberadaan difabel dalam al-Qur’an.
c.
Mengetahui
dan memahami perhatian al-Qur’an terhadap difabel
2.
Manfaat Penelitian
Untuk
meminimasir adanya diskriminasi terhadap paradifabel. Karena pemahaman yang dihasilkan dari penafsiran ini diharapkan
bisa mengubah cara pandang masyarakat dalam memperlakukan difabel, khususnya bagi
semua civitas akademika di UIN Walisongo Semarang.
D.
Metodologi Penelitian
Dalam
usaha memperoleh data ataupun informasi yang
dilakukan maka penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:
1.
Jenis
Penelitian
Studi
ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu
suatu penelitian yang menjadikan bahan pustaka
sebagai sumber data utama yang dimaksud untuk menggali teori-teori dan konsep-konsep
yang telah ditentukan oleh para ahli terdahulu dengan mengikuti perkembangan penelitian
di bidang yang akan diteliti.
2. Metode Pengumpulan Data
Sumber data dalam penulisan ini adalah data-data
tertulis berupa konsep-konsep yang ada pada literatur-literatur yang ada kaitannya dengan pebahasan ini, jenis data yang dipakai mengarah pada
data-data tertulis berupa:
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari objek
penelitian. Data pokok yang menjadi rujukan pembahasan skripsi berupa penafsiran ayat-ayat difabel dalam al-Qur’an yang
terdapat dalam tafsir Ibnu Katsir, tafsir al-Maraghi dan tafsir al-Mishbah.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang materinya secara ilmiah
tidak langsung berhubungan dengan masalah yang diungkapkan. Sumber data
sekunder pada penelitian ini berupa, karya ilmah, ensiklopedi, artikel-artkel dan buku-buku yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian
ini.
c. Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah kegiatan untuk memanfaatkan data
sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran atau tidak kebenaran. Dalam menganalisis
penafsiran ayat penulis akan mempergunakan content analysis metode yang dapat dipakai untuk menganalisis semua bentuk
komunikasi seperti pada surat kabar, buku, puisi, film, cerita rakyat,
peraturan undang-undang kitab suci. Content
analysis digunakan
untuk menggali keaslian teks atau melakukan
pengumpulan data dan informasi untuk mengethui kelengkapan atau keaslian teks tersebut.
E. Sistematika
Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyusunnya secara
sistematis, yakni terdiri dari bab dan
sub bab, dengan perincian sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang masalah diadakannya penelitian, pokok masalah yang menjadi dasar dan dicari jawabannya,
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang menerangkan metode-metode
yang digunakan, dan sistematika pembahasan
yang mengatur urut-urutan pembahasan.
Bab kedua berisi tentang gambaran umum tentang difabel
meliputi: definisi difable dan jenis-jenis
difabel serta penyebab-penyebabnya. Selanjutnya
akan dibahas mengenai perundang-undangan yang mengatur tentang difabel. Dan upaya apa saja yang harus dilakukan supaya
tidak terjadi diskriminasi terhadap penyandang difabel.
Bab ketiga berisi tentang term-term yang digunakan
al-Qur’an untuk menyebut difabel, meliputi ‘umyun/a’ma, summun, a’roj dan bukmun.
Bab keempat, Analisis
yang menjelaskan tentang eksistensi difabel yang menjelaskan jenis-jenis difabel
yang disebutkan dalam al-Qur’an dan perhatian
al-Qur’an terhadap difabel yang menjelaskan tentang bagaimana sikap al-Qur’an
terhadap difabel.
Bab kelima, Penutup yang merupakan akhir rangkaian pembahasan
yang telah terangkum kemudian beberapa saran
dan harapan yang sebaiknya dilakukan untuk menyempurnakan skripsi ini dan paling akhir adalah penutup.
BAB II
DIFABEL (ORANG BERKEBUTUHAN KHUSUS)
A. Pengertian
Difabel
Kata difabel berasal dari kata different
ability atau
orang-orang berkemampuan berbeda. Jika mengikuti pendefinisian the sosial work
dictionary adalah reduksi fungsi secara permanen atau temporer serta ketidak mampuan
seseorang untuk melakukan sesuatu yang mampu dilakukan orang lain sebagai akibat dari kecacatan fisik
maupun mental. Dalam konteks pemakaian para aktivis difabel menggantikan para penyandang cacat fisik, seperti tunanetra, tunarungu, tunawicara,
serta “ketidak normalan” fisik lainnya,
baik bawaan lahir maupun karena factor lainnya.
B. Jenis-Jenis
Difabel
1. Tunanetra
a. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tunanetra ialah tidak dapat melihat,
buta. Dari Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) 2004 tunanetra ialah mereka yang
tidak memiliki pengelihatan sama sekali
(buta total)hingga mereka yang masih memiliki sisa pengelihatan tetapi tidak mampu
menggunakan pengelihatannya untuk membaca tulisan dalam keadaan cahaya normal meski pun dibantu dengan kaca mata. Sedangkan menurut Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam pengelihatan atau tidak berfungsinya indra pengelihatan.
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain:
1) Pre-natal
Faktor penyebab tunanetra pada masa pre-natal
sangat erat kaitannya dengan riwayat dari orang tua nya atau adanya kelainan pada masa kehamilan.
a) Keturunan
Pernikahan dengan sesame tunanetra dapat menghasilkan
anak dengan kekurangan yang sama, yaitu tunanetra. Selain itu penyakit retinitis
pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang pada umumnya
merupakan keturunan.
b) Pertumbuhan anak didalam kandungan
Ketunanetraan
anak yang disebabkan pertumbuhan anak dalam kandungan biasa disebabkan oleh:
(1) Gangguan pada ibu saat masih hamil
(2) Adanya penyakit menahun, seperti TBC
(3) Infeksi karena penyakit toxo plasmosis,
trachoma, dan tumor. Tumor
dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indra pengelihatan atau pada
bola mata, dan kekurangan vitamin
tertentu dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga kehilangan fungsi penglihatan.
2)
Post-natal
Post-natal merupakan masa setelah
bayi dilahirkan. Tunanetra bisa saja terjadi pada masa ini, antara lain:
a)
Kerusakan
pada mata atau saraf pada mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat
atau benda keras.
b)
Pada
waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe sehingga baksil gonorrhoe
menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir mengalami sakit
dan berakibat hilangnya daya pengelihatan.
c)
Mengalami
penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
(1)
Xeropthalmia,
yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
(2)
Trachoma,
yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
(3)
Catarac,
yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh,
akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
(4)
Glaucoma,
yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan pada bola mata sehingga tekanan
pada bola mata meningkat.
(5)
Diabetic
Retinopathy, yaitu gangguan pada retina yang disebabkan oleh penyakit diabetes
mellitus. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi
oleh kerusakan system sirkulasi hingga merusak pengelihatan.
(6)
Macular
Degeration, yaitu kondisi umum yang agak baik, ketika derah tengah retina
secara berangsur memburuk.
d)
Kerusakan
mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau
tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dan lain-lain.
2. Tunarungu dan Tunawicara
Secara
etimologi tunarungu berasal dari kata tuna artinya kurang dan rungu artinya
pendengaran. Jadi orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar
atau kurang mampu mendengar suara.
Menurut beberapa ahli, tunarungu
dapat disebabkan oleh dua factor yaitu:
a.
Faktor
Internal
1)
Factor
keturunan dari salah satu kedua orang tua yang mengalami tunarungu.
2)
Penyakit
campak Jerman (rubella) yang diderita oleh ibu yang sedang mengandung.
3)
Keracunan
darah atau toxaminia yang diderita oleh ibu yang sedang mengandung.
b.
Faktor
Eksternal
1)
Anak
mengalami infeksi saat dilahirkan. Misalnya, anak tertular herpes impeks yang
menyerang alat kelamin ibu.
2)
Meningitis
atau radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang labyrinth
(telinga dalam) melalui system
sel-sel udara pada telinga tengah.
3)
Radang telinga bagian tengah (otitis media) pada
anak. Radang ini mengeluarkan nanah, yang menggumpal dan mengganggu hantaran
bayi.
Tunawicara
adalah kesulitan berbicara yang disebabkan tidak berfungsinya dengan baik
organ-organ bicara, seperti langit-langit dan pita suara. Secara fisik anak
tunarungu tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya. Orang akan mengetahui bahwa ia penyandang
ketunarunguan saat ia berkomunikasi, khususnya jika dituntut untuk berbicara.
Karena mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara kurang atau tidak jelas
artikulasinya atau bahkan tidak berbicara sama sekali, mereka hanya berisyarat.
3.
Tunadaksa
Tunadaksa
merupakansebutan halus bagi orang-orang yang memiliki kelainan fisik, khususnya
anggota badan, seperi kaki, tangan, atau bentuk tubuh. Penyebab yang menjadikan
seseorang menjadi tunadaksa antara lain:
a.
Sebelum
lahir (pre-natal)
1)
Pada
saat hamil, ibu mengalami trauma atau terkena infeksi atau penyakit sehingga
otak bayi pun ikut terserang dan menimbulkan kerusakan. Misalkan infeksi syphilis,
rubella dan thypus abdominlis.
2)
Kelainan
pada kehamilan sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu, tali pusat
tertekan, dan pembentukan saraf-saraf dalam otak pun ikut terganggu.
3)
Bayi
dalam kandungan terkena radiasi secara langsung. Yang mempengaruhi system saraf
pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
4)
Ibu
yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat mengakibatkan
terganggunya pembentukan system saraf pusat. Misalnya, ibu jatuh dan perutnya
membentur yang cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi, maka
dapat merusak system saraf pusat.
b.
Factor
keturunan
c.
Usia
ibu pada saat hamil
d.
Pendarahan
pada waktu hamil
e.
Keguguran
yang dialami ibu
f.
Saat
melahirkan
1)
Akibat
proses kehamilan yang terlalu lama sehingga bayi kekurangan oksigen, dapat
menyebabkan terganggunya system metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan
otak mengalami kerusakan.
2)
Pemakaian
alat bantu saat proses melahirkan dapat merusak jaringan saraf otak bayi.
3)
Pemakaian
obat bius yang berlebihan saat melahirkan secara Caesar dapat mempengaruhi
system persarafan ataupun fungsinya.
g.
Setelah
melahirkan
1)
Kecelakaan
atau trauma kepala, amputasi
2)
Infeksi
penyakit yang menyerang otak
3)
Trauma
4)
Anoxia
dan hypoxia
4.
Tunagrahita
Tunagrahita
merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak atau orang yang memiliki
kemampuan intelektual dibawah rata-rata atau bisa juga disebut dengan redartasi
mental. Penyebab tunagrahita:
a.
Penyakit
infeksi, terutama pada trimester pertama karena janin belum memiliki system
kekebalan tubuh.
b.
Kecelakaan
dan menimbulkan trauma di kepala.
c.
Prematuritas
atau bayi lahir sebelum waktunya (kurang dari 9 bulan)
d.
Bahan
kimia yang berbahaya, keracunan pada ibu berdampak pada janin.
5.
Autis
Autis
adalah suatu kondisi mengenai seseorang yang didapatkannya sejak lahir atau
masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat berhubungan social atau
komunikasi secara normal.
Gejala-gejala anak autis:
a.
Sulit
bersosialisasi dengan anak-anak lainnya
b.
Tertawa
atau tergelak tidak pada tempatnya
c.
Tidak
pernah atau jarang sekali kontak mata
d.
Tidak
peka terhadap rasa sakit
e.
Lebih
suka menyendiri, sifatnya agak menjauhkan diri
f.
Suka
benda-benda yang berputar atau memutarkan benda
g.
Ketertarikan
pada suatu benda yang secara berlebihan
h.
Tidak
peduli bahaya
i.
Tidak
suka dipeluk (disayang)
Beberapa ahli menyebutkan beberapa
hal yang dicurigai yang berpotensi penyebab autis meliputi:
a.
Vaksin
yang mengandung Thimerosal
Thimerosal
merupakan zat pengawet yang digunakan berbagai vaksin.
b.
Televisi
Tv bisa menjadi
penyebab autisme pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi.
c.
Genetic
d.
Radiasi
langsung pada bayi
Sebuah riset
dalam skala besar di Swedia menunjukkan bahwa bayi yang terkena gelombang
ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi kidal.
e.
Asam
folat
Menurut
penelitian zat ini bisa diberikan pada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik
pada janin, hasilnya memang cukup nyata, tingkat cacat pada janin turun sampai
30%. Namun, dipihak lain tingkat autisme menjadi meningkat.
C.
Perundang-undangan Tentang difabel
Dengan
diterimanya Deklarasi Hak-Hak Penyandang Cacat oleh PBB(Perserikatan
Bangsa-Bangsa)pada tanggal 9 Desember 1975 menyebutkan bahwa difabel mempunyai
hak yang sama dalam masyarakat, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
sebagai berikut:
1.
TAP
MPR Nomor XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia.
2.
Peraturan
Perundangan dan Peraturan Daerah:
a.
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
b.
Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia.
c.
Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
d.
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan.
e.
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
f.
Peraturan
Daerah (Perda) tentang Penyandang Cacat.
3.
Peraturan
Pemerintah Nomor 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial penyandang
Cacat.
4.
Keputusan
Presiden Nomor 83 tahun 1999 tentang Lembaga Koordinasi dan Pengendalian
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang cacat.
5.
Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor. Men.02/MEN/1994 tentang Penempatan Tenaga Kerja di
Dalam dan Luar Negeri.
6.
Keputusan
Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Keputusan 205/Men/1999 tentang Pelatihan Kerja
dan Penempatan Tenaga Kerja Penyandang Cacat.
D. Upaya untuk
Mencegah Diskriminasi Kaum Difabel
1.
Advokasi
Advokasi
adalah sebuah gerakan yang berusaha membela hak dan kepentingan suatu kelompok
melalui kebijakan-kebijakan pemerintah yang berwenang. Seperti penatapan UU RI
No.4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat dan peraturan pemerintah yang lainnya.
2.
Sosialisasi
Sosialisasi
bisa dilakukan baik di wilayah local, daerah, nasional maupun internasional.
Untuk melakukan sosialisasi bisa menggunakan media masa, media film, media
dakwah, dialog dan seminar.
3.
Implementasi
a.
Pendidikan
Inklusi
Pada
tahun 1980-an pertama kali dicetuskan pendidikan integrative yang diprakarsai oleh
Hellen Keller international’s VCO untuk anak tunanetra.
b.
Pekerjaan
Peraturan
yang telah ditetapkan Pasal 14 UU difabel mengenai kapasitas yang diberikan
perusahaan untuk mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 orang difabel untuk tiap
100 karyawan.
c.
Aksesbilitas
Kepmen
Perhubungan Nomor 71 tahun 1999 tentang Aksesibilitas difabel dan orang sakit
pada sarana dan prasarana perhubungan terkait aksesbilitas bagi difabel.
d.
Menambah
pemahaman masyarakat serta dorongan motivasi bagi para difabel.
Peran
sosialisasi perlu terus digalakkan melalui berbagai media masa, baik media
cetak, elektronik, dan dunia maya.
BAB III
TERM-TERM DIFABEL DALAM AL-QUR’AN
Berikut adalah term-term yang
digunakan al-Qur’an untuk menyebut difabel:
A.
‘Umyun/a’ma (Tunanetra)
Dalam
kitab Lisanul arab ‘umyun berarti hilangnya daya pengelihatan pada kedua mata.
Dalam QS.An-Nur 61 : Ibnu Katsir menyebutkan pendapat seseorang merasa tidak
enak ketika makan bersama seseorang yang tidak bisa melihat karena orang
tersebut tidak bisa melihat makanan yang terhidang dimeja makan.
B.
Summun (Tunarungu) dan Bukmum (Tunawicara)
Dalam
kitab Lisan al-Arab dijelaskan bahwa orang yang dilahirkan dalam keadaan tidak
bisa berbicara (bisu), ia juga tidak bisa mendengar. Asy-Sya’rawi mengingatkan
bahwa siapa yang bisu sejak lahir, maka itu berarti dia tuli, karena bahasa
lahir dari pendengaran. Dalam QS.Al-Baqarah 18: Al-Maraghi menjelaskan kata tuli,
bisu dan buta adalah sebagai sifat-sifat orang-orang munafik.
C.
A’roj ( Pincang/Tunadaksa)
Kata
a’roj yang terdapat pada Al-Qur’an bermakna orang yang mengalami kesulitan pada
alat gerak kaki (pincang). Mereka juga berhak tinggal dan bergabung bersama
keluarga dan yang lainnya QS.Al-Nur 61.
BAB IV
DIFABEL DALAM AL-QUR’AN
A.
Eksistensi Difabel dalam al-Qur’an
Manusia
dalam al-Qur’an secara umum digambarkan dengan tiga istilah kunci yaitu, basyar
(manusia sebagai makhluk biologis), insan (manusia dalam tiga
konteks: keistimewaannya sebagai khalifah dan pemikul amanah, prediposisi
negative diri manusia, dan proses penciptaan manusia), dan al-nass (manusia
sebagai makhluk social dan karenanya bersifat horizontal). Kata-kata mengenai
difabel kemudian dibahas al-Qur’an dalam dua bagian:
1.
Difabel Fisik
Difabel
fisik ditunjukan pada dua term yaitu a’ma/’umyun (tunanetra) dan a’roj (
tunadaksa). Dalam al-Qur’an pada surat an-Nur 61 dan al-Fath 17. Pada ayat
tersebut dapat menjadi dasar bahwa islam tidak mengenal perbedaan status social
serta tidak mengenal perbedaan perlakuan terhadap kaum difabel.
2.
Difabel Mental
Difabel
mental ditunjukkan dengan term ‘umyun (orang-orang yang cacat teologinya
terdapat pada QS.al-Baqarah 18, QS. Al-Israa’ 72 dll), summun, dan bukmum dalam
al-Qur’an pada Qs.al-Baqarah 18, al-Furqan 73 dll. Digunakan untuk perumpamaan
untuk menyebut orang yang buta mata hatinya, atau biasanya dipakai untuk
perumpamaan dan sifat orang-orang kafir, musyrikin dan munafik.
B.
Perhatian al-Qur’an terhadap Difabel
Ditegaskan
dalam beberapa ayat al-Qur’an seperti QS.al-Hujurat 11-13, an-Nahl 97, al-Isra’
36 dan an-Nisa’ 124. Al-Qur’an yang menjadi rujukan umat muslim telah
memberikan perhatian penuh terhadap kaum difabel, yakni dengan tidak
membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, baik seseorang dalam keadaan
cacat atau sempurnya, yang dinilai Allah ialah ketaqwaan dan keimanannya saja.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ada
beberapa kesimpulan dari pemaparan dan penjelasan penulis tentang difabel dalam
al-Qur’an yakni sebagai berikut:
1.
Ayat-ayat
yang membahas difabilitas dalam al-Qur’an, terwakili oleh ayat-ayat difabel
yang dinyatakan secara haqiqi, dengan istilah ‘umyun dan a’roj.
Ayat tersebut menunjukkan adanya kesetaraan perlakuan yang diberikan al-Qur’an
k’epada mereka, bukan malah mencela dan mendiskriminasi mereka.
2.
Al-Qur’an
member perhatian penuh untuk penyandang difabel, diantaranya yaitu:
a.
Al-Qur’an
memberikan keringanan untuk para penyandang difabel.
b.
Al-Qur’an
tidak memperbolehkan diskriminasi terhadap difabel dan mendapatkan hak yang
sama dengan orang-orang yang sempurna fisiknya.
B.
Saran
Beberapa saran yang penulis
sampaikan diantaranya, sebagai berikut:
1.
Kelompok
difabel sering kali dipandang sebelah mata, hal ini disebabkan karena mereka
memiliki kecacatan fisik ataupun mental. Oleh karnanya, menurut penulis
kelompok tersebut seharusnya medapatkan perhatian khusus baik dari masyarakat
ataupun pemerintah.
2.
Bagi
kelompok difabel jangan berkecil hati, kondisi seperti ini merupakan karunia
dari Allah yag patut kita syukuri bahwa dalam diri manusia tidak hanya
mempunyai kekuragan akan tetapi mempunyai kelebihan.
C.
Penutup
Segala
puji bagi Allah yang telah memberikan taufiq kepada penulis sehingga bisa
menyelesaikan penelitian ini. Penulis sadar bahwa penelitian yang telah
disajikan ini masih terdapat kekurangan diberbagai isinya, oleh karena itu
penulis mengharap kritik dan saran yang membangun diri para pembaca agar
nantinya menjadi penunjang untuk perubahan yang lebih baik terhadap penelian
ini pada nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar